Saturday, April 18, 2020

Budaya Menyalahkan Juga Terjadi di Wabah Pandemik Corona

Assalamu’alaikum sobat pembaca,
Bagaimana kabarnya hari ini? Semoga tetap dalam keadaan sehat ya.
Disaat seperti sekarang ini, dimana wabah virus yang menjangkiti dunia, termasuk di negara kita, kita dituntut untuk hanya beraktifitas di rumah saja.
Kita lantas mengenal istilah, belajar dari rumah, bekerja dari rumah, beribadah dari rumah, dan serba-serbi lainnya yang dilakukan di rumah. Tetapi semua itu tidak lantas membuat kita menjadi tidak produktif. Kita tetap harus bekerja, kita tetap harus belajar, dan tentu saja kita tetap harus beribadah.
Lebih jauh mengenai wabah ini, saya ingin Kembali menyinggung sedikit masalah yang saya tuliskan di judul dari tulisan ini, budaya menyalahkan juga terjadi di kasus pandemik korona.
Budaya menyalahkan seperti apa yang saya maksud? Perhatikan pernyataan berikut:

Stop penggunaan kata covid-19 (corona virus disease) 19, karena dalam bahasa arab, corona berarti meneruskan. Mulai sekarang pakailah kata qif-19, karena dalam bahasa arab qif artinya adalah berhenti. Yang tidak mau menggunakan kata qif, berarti mereka tidak mau wabah ini berhenti”

Sampai di sini apakah sobat pembaca mengetahui, dimana letak menyalahkan yang saya sebutkan tadi?
Pernyataan itu saya ambil dari sebuah status media sosial dari teman saya sendiri. Ada seperti ketidaksetujuan dari saya Ketika membaca pernyataan tersebut. Saya seperti ingin membantah dari pernyataan tersebut. Tapi apa daya, tidak mampu. Hehehe
Kita lanjutkan, ini adalah pandangan dari saya sendiri, bilamana akhirnya nanti sobat pembaca lebih setuju dengan pernyataan diatas, juga tidak ada masalah. Tapi saya sangat meyaqini bahwa kita semua sepakat semoga wabah ini segera berakhir.

Ayo gek ndang dibahas!!!

Oke oke. Kita mulai.

Kita harus paham dulu asal-muasal penamaan covid-19 ini. Pada awalnya, wabah yang bermula di salah satu kota di china, yaitu wuhan akhir tahun 2019 yang lalu, diberi nama “novel coronavirus pneumonia (NCP)”. Kemudian, WHO, atau organisasi Kesehatan dunia menamainya sebagai “severe acute respiratory syndrome 2019-nCoV”. Yang akhirnya, untuk menghindari referensi ke lokasi geografis tertentu, spesies hewan, atau sekelompok orang, dan menghindari stigmatisasi, WHO memberi nama resmi “corona virus disease 19 (covid-19)”.
Virus corona ditemukan pertama kali pada tahun 1965, atau 55 tahun yang lalu oleh virologi June Almeida. Kata corona sendiri berasal dari bahasa latin “corona” dan bahasa Yunani “korone” yang mempunyai arti dalam bahasa Indonesia yaitu mahkota atau lingkaran cahaya.

Sampai sini Kita sudah dapat poin pertama:
Penggunaan nama corona di kasus covid-19 ini tidak mengambil dari bahasa arab. Apalagi tidak ada Co dalam bahasa arab. Paling dekat ya Ko atau Qo. Namanya adalah corona, bukan korona atau qorona. Jadi tolong, mohon, please, siapapun, tidak perlu sok tahu dengan mengatakan bahwa penamaan virus ini mengambil dari bahasa arab yang berarti meneruskan. Tidak seorangpun yang menginginkan virus ini terus mewabah!

Sudah mulai NGEGASS… hahahahaha
Lanjut ya.

Sudah ada yang membantah ternyata. Berilah nama yang baik, karena nama adalah do’a.
Tak jawab! Lho, corona artinya bagus lho, mahkota, guys. Wkwkwkwkwk

Jangan mengartikan sesuatu sesuai dengan kehendaknya. Kalau semua harus sesuai dengan cara berfikirmu ya bahaya. Nanti tidak ada merek motor honda beat, karena beat artinya pukul, jadi saling pukul, bahaya. Nanti tidak ada merek Suzuki smash, karena smash artinya tabrakan, beli motor artinya tabrakan (ngeri lho). Nanti tidak ada merek mobil Toyota rush, karena rush artinya menyerang, mau beli mobil apa perang?. Dan yang sedang trend, kasihan yang punya mobil merek Toyota corona. Pasti dibenci sekali itu.
Poin yang kedua, tentang budaya menyalahkan, sudah dibahas diatas sebetulnya, bahwa apa yang menjadi keinginan kita, tidak boleh kita paksakan kepada orang lain. Kalau saya suka tempe, masa iya saya akan menyalahkan kamu yang suka tahu? Kalau saya suka mobil Toyota corona masa iya saya akan menyalahkan kamu yang suka honda jazz. Apalagi alasan tidak berdasarmu yang menyebut lebih baik menggunakan qif-19, daripada menggunakan covid-19. It doesn’t make sense, bro. come on!
Ayolah, do’a kita sama, harapan kita sama. Mau covid-19 lah, mau qif-19 lah, terserah. Kita ingin wabah segera berakhir.
Yang mau menggunakan covid-19 silakan dilanjutkan, yang memilih qif-19 silakan diteruskan.
Jangan ada lagi saling menyalahkan diantara kita.
Sudah ya. Semoga Allah melindungi kita, keluarga kita, suadara-saudara kita semua dari penyakit ini.
Mohon maaf.
Terima kasih.


1 komentar:

Post a Comment